Kemenkes Terus Percepat Perbaikan Gizi Indonesia




DUA masalah utama terkait gizi masih menjadi beban di Indonesia, yaitu kekurangan dan kelebihan gizi. Namun, untuk mencapai Target Global 2025 dan RPJMN sampai 2019, pemerintah terus mengupayakan masyarakat untuk membantu terus meningkatkan perbaikan gizi.


Kemenkes telah memprioritas empat pembangunan kesehatan, yaitu penurunan Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB); perbaikan gizi, khususnya bayi tumbuh pendek atau stunting; pengendalian penyakit menular, dan pengendalian penyakit tidak menular.


Disampaikan Ir Doddy Izwardy, MA, Direktur Gizi Masyarakat Kementerian Kesehatan, dalam konferensi pers menuju Puncak Hari Gizi Nasional 2016, di Kantor Kemenkes RI, Jakarta Selatan, Jumat (18/3/2016), dua prioritas pertama terkait kekurangan gizi dan dua prioritas terakhir terkait kelebihan gizi.


"Masalah kekurangan gizi terkait kekurangan asupan vitamin A dan Gangguan Akibat Kekurangan Iodium (GAKI) sudah bisa terkontrol, sementara gizi kurang, stunting dan anemia masih belum selesai. Begitu juga dengan masalah kelebihan gizi yang mulai meningkat dan meningkatkan penyakit tidak menular," terangnya.


Ditambahkan dr Anung Sugihantono, MKes, secara makro, pemantauan status gizi telah dilakukan di Indonesia, khususnya pada balita dan remaja wanita. Dengan melihat status gizi dari tinggi, berat badan, dan usia, didapatkan 76,9 persen anak usia 0-23 bulan normal. Namun, 8,4 persen masuk kategori stunting, sedangkan 14, 7 persen sangat pendek.


"Kemenkes sudah hampir 100 persen melakukan intervensi perbaikan gizi secara spesifik, yang mulai dari pemberian makanan tambahan, inisiasiasi menyusu dini, dan imunisasi. Kita juga bekerja sama dengan sektor swasta, pemerintah daerah, lembaga pemerintahan lainnya untuk pembangunan yang mendukung pemerataan pembangunan kesehatan," jelas dr Anung.


Semenjak 2014, Kemenkes telah melakukan monitoring dan evaluasi untuk mengetahui permasalahan gizi di Indonesia melalui Pemantauan Status Gizi (PSG), tetapi masih terbatas di 150 kabupaten kota di Indonesia. Pada 2015, PSG menunjukkan 404 dari 496 kabupaten kota mempunyai masalah gizi yang bersifat akut (tiba-tiba) dan kronis (berkepanjagan).


"Oleh karena itu, upaya perbaikan gizi bukan hanya yang bersifat intervensi spesifik (intervensi kesehatan), namun juga perlu intervensi sensitif (intervensi non kesehatan). Kontribusi intervensi spesifik terhadap penurunan masalah gizi hanya sebesar 30 persen, sedangkan intervensi spesifik cukup besar, yaitu 70 persen," tambah Doddy.



Source link

0 Response to "Kemenkes Terus Percepat Perbaikan Gizi Indonesia"

Posting Komentar